Kisruh minyak goreng belum juga reda. Kelangkaan migor di negara yang menjadi penyuplai crude palm oil alias CPO terbesar di dunia yang merupakan bahan pembuatan minyak goreng adalah sebuah ironi yang tidak bisa masuk logika.
________________________________________

JAKARTA | Kisruh minyak goreng masih menjadi sumber perbincangan utama di tengah masyarakat. Pasalnya, kebijakan harga eceran tertinggi telah dilepas. Alhasil, harga minyak goreng pun meloncat naik, dan secara tiba-tiba pula, stok minyak goreng kembali melimpah di pasar, dengan harga baru tentunya.
Terakhir, berdasarkan pantauan Tim Pewarta HeloBorneo.com pada Minggu (20/3/2022) di situs klikindomaret.com, gerai ini menjual minyak goreng dengan harga yang cukup variatif. Harga minyak goreng terendah yaitu Rp 20 ribu per liter untuk minyak goreng dengan brand Amanda.
Sementara, ketika menyusuri gerai Indomaret di lapangan, Tim Pewarta menemukan migor dengan merek Delima seharga Rp23.900 untuk ukuran 1 liter. Harga-harga ini jauh diata harga eceran tertinggi, atau HET sebelumnya yng sempat ditetapkan di harga Rp. 14.000 per liter, namun saat itu kebijakan itu telah dicabut.
Sebagaimana diketahui, mulai Kamis (17/3/2022), pemerintah mencabut ketentuan HET dan menyerahkan harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar, sedangkan untuk minyak goreng curah dikenakan HET Rp14 ribu per liter. Setelah pengumuman itu, tiba-tiba minyak goreng hadir berlimpah di minimarket dan supermarket dengan harga sekitar Rp22 ribu hingga Rp24 ribu per liter.
Tak sesuai janji
Padahal, Pemerintah melalu Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menjanjikan bahwa HET akan dipatok di harga Rp.14 ribu per liter hingga bulan Juni 2022.
“Pertama sesuai arahan bapak presiden terkait penyediaan minyak goreng dan harga terjangkau seperti yang disampaikan bahwa presiden dan juga dalam sidang kabinet Paripurna pada tanggal 30 Desember yang lalu,
pemerintah mengambil kebijakan untuk menyediakan minyak goreng untuk masyarakat dengan harga 14.000 per liter di tingkat konsumen.”
“Sekali lagi di tingkat konsumen yang berlaku di seluruh Indonesia, kemudian penyediaan ini disiapkan untuk enam bulan kedepan dan akan dievaluasi di bulan Mei dan ini dapat diperpanjang. Volume selama enam bulan adalah 1,2 milyar l dan dibutuhkan anggaran untuk menutup selisih harga ditambah dengan PPN itu sebesar 3,6 triliun,” ujar Menko Airlangga Hartarto melalui keterangan pers di Jakarta, Rabu (5/1/2022) lalu.

Kisruh minyak goreng jadi bahan gorengan politikus
Kisruh minyak goreng pun menjadi bahan gorengan para politikus, diantaranya Rachmat Gobel. Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel menilai kisruh minyak goreng yang terjadi belakangan ini memperlihatkan bahwa negara kalah dan gagal dalam melindungi rakyatnya.

Menurutnya, permintaan maaf Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait kisruh minyak goreng itu karena belum mampu menangani masalah tersebut merupakan simbol dan bukti nyata bahwa negara kalah dan gagal.
“Seperti dikutip media, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui tak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lapangan,” ujarnya, Jumat (18/3/2022).
Akar masalah kisruh minyak goreng
Menurut Rachmat Gobel, masalah bukan berakar dari sektor produksi, karena Indonesia adalah negara penghasil crude palm oil (CPO) dan minyak goreng terbesar di dunia.
Gobel pun membantah kelangkaan minyak goreng terjadi karena ada oknum yang melakukan penimbunan.
Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) itu menganggap masalah sesungguhnya adalah meningkatnya permintaan dunia sehingga harga naik dan para pengusaha lebih memilih menjual produksinya keluar negeri dengan harga lebih mahal dibandingkan khusus menjual ke dalam negeri dengan harga yang diatur pemerintah.
“Ini yang menjadi penyebab kelangkaan. Jadi bukan ditimbun ibu-ibu seperti pernyataan pejabat Kemendag yang asbun itu. Terbukti setelah batasan harga dihapus, minyak goreng berlimpah lagi,” kata Gobel.
Sebelum ada gejolak harga, minyak goreng kemasan di tingkat konsumen dijual di angka sekitar Rp9 ribu per liter. Kini harga berkisar antara Rp22 ribu hingga Rp24 ribu per liter. “Hampir tiga kali lipat kenaikannya. Ini keuntungan yang berlimpah dan berlebihan,” kata politisi Partai NasDem ini.
Sesuai amanat UUD 1945, Negara harus hadir
Gobel mengatakan, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Gobel juga mengajak produsen untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan barang di pasar dan juga dalam menentukan harga.
“Minyak goreng itu masuk ke dalam barang strategis, bukan seperti barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier seperti kendaraan dan elektronika. Sehingga industri pangan bahan pokok bukan sekadar dilihat dari sisi investasi tapi bagian dari partisipasi dalam pembangunan. Jadi harga bahan pokok, termasuk minyak goreng, jangan dilepas ke pasar,” katanya.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Gorontalo itu menegaskan masalah harga minyak goreng ini hanya butuh keberanian, ketegasan, kepemimpinan, kemampuan manajerial dan pendekatan kemanusiaan pemerintah terhadap produsen minyak goreng dan produsen CPO.
“Tugas pemerintah mengatur dan bertindak di lapangan, bukan cuma ngomong dan mondar-mandir. Jangan jadi macan kertas dan jangan menjadi macan ompong. Pencabutan HET (harga eceran tertinggi) minyak goreng kemasan dan menaikkan HET minyak goreng curah sama saja membiarkan masyarakat kecil disorong untuk bertarung melawan raksasa pengusaha,” tutupnya. (*) [HeloBorneo.com]
Berita Lainnya
Soal Koalisi Indonesia Bersatu Golkar-PAN-PPP, Arief Poyuono: Bisa Menghabisi Virus Perpecahan dan Kebencian
Bersih! Kepala BPKAD Kabupaten Bogor Teuku Mulya Lolos OTT KPK Bupati Ade Yasin, Ini Sosoknya
PPI Sumut Sambangi Wakil Ketua DPRD Sumut